"
Sedikit cerita "
"Presiden
Soekarno pernah 'menyerang' ulama besar di masanya, Buya Hamka. Bersama
Mohammad Yamin, Soekarno melalui headline beberapa media cetak asuhan Pramoedya
Ananta Toer melakukan pembunuhan karakter atas diri Hamka, namun tak sedikit
pun fokus Hamka bergeser dalam menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar. Sebab
terlalu kuatnya karakter Hamka, di tahun 1964, Soekarno tak sungkan-sungkan
menjebloskan ulama besar asal Minangkabau ini ke dalam penjara tanpa melewati
persidangan.
2
tahun 4 bulan lamanya Hamka dipenjara, apakah lantas ia bersedih, mendendam dan
mengutuk-ngutuk betapa jahatnya Soekarno padanya?
Tidak!
Hamka justru bersyukur bisa masuk penjara. Di dalam terali besi itu ia punya
waktu yang banyak untuk menyelesaikan 30 juz Tafsir Alqur'an yang dikenal
dengan Tafsir Al-Azhar.
Lantas,
bagaimana dengan ketiga tokoh tadi? Pramoedya, Mohammad Yamin dan Soekarno?
Ternyata
Allah masih sayang pada mereka, Pramoedya, Mohammad Yamin dan Soekarno.
Kekejian mereka pada Buya Hamka tidak harus diselesaikan di akhirat. Allah
mengizinkan masalah ini diselesaikan di dunia.
Di
usia senja, Pramoedya mengakui kesalahannya di masa lalu. Ia mengirim putrinya,
Astuti dengan calon suaminya, Daniel yang mualaf untuk belajar Islam pada Hamka
sebelum mereka menjadi suami istri. Apakah Hamka menolak? Tidak! Justru dengan
hati yang sangat lapang Hamka mengajarkan ilmu agama pada anak dan calon
menantu Pramoedya tanpa sedikit pun mengungkit-ungkit kekejaman Pramoedya.
Astuti, anak perempuan Pramoedya pun menangis haru melihat kebesaran hati ulama
besar ini. Hamka juga yang menjadi saksi atas pernikahan anak Pramoedya.
Saat
Mohammad Yamin sakit keras, ia meminta orang terdekatnya untuk memanggil Hamka.
Dengan segala kerendahan hati dan penyesalannya pada ulama besar ini, Mohammad
Yamin meminta maaf atas segala kesalahannya. Dalam kesempatan nafas
terakhirnya, tokoh besar Indonesia, Mohammad Yamin pun meninggal dunia dengan
ucapan kalimat-kalimat tauhid yang dituntun oleh Hamka.
Begitu
juga dengan Soekarno, Hamka justru berterima kasih dengan hadiah penjara yang
diberikan padanya karena berhasil menulis buku yang menjadi dasar umat Islam
dalam menafsirkan Alqur'an. Tak ada marah, tak ada dendam, ia malah merindukan
tokoh besar Indonesia, proklamator bangsa karena telah membuat ujian hidup sang
Buya menjadi semakin berliku namun sangat indah. Hamka ingin berterima kasih
untuk itu semua. Tanggal 16 Juni 1970, seorang ajudan Soekarno datang ke rumah
Hamka membawa secarik kertas bertuliskan pendek;
“Bila
aku mati kelak, aku minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku.”
Hamka
langsung bertanya pada sang ajudan, "Di mana? Di mana beliau
sekarang?" Dengan pelan dijawab, "Bapak sudah wafat di RSPAD,
jenazahnya sedang dibawa ke Wisma Yoso."
Mata
sang Buya menjadi sayu dan berkaca-kaca. Rasa rindunya ingin bertemu dengan
tokoh besar negeri ini malah berhadapan dengan tubuh yang kaku tanpa bisa
berbicara. Hanya keikhlasan dan pemberian maaf yang bisa diberikan Hamka pada
Soekarno. Untaian doa yang lembut dan tulus dipanjatkannya saat menjadi Imam
Shalat Jenazah Presiden Pertama Indonesia.
Terima
kasih Buya, atas pembelajaran kehidupan dari cerita hidupmu...
0 Response to "Bung Karno dan Buya Hamka"
Posting Komentar