Seorang insinyur pertanian menceritakan
pengalamannya. Suatu kali ketika ia bertugas di sebuah kampung, ia menaiki
kereta api menuju Cairo. Di sebelahnya duduk seorang petani tua penduduk
kampung itu.
Sang insinyur memperhatikan di bawah kaki
petani tua itu ada sebuah karung goni. Di sela-sela perjalanannya, setiap
seperempat jam ia membolak-balikkan karungnya. Dia aduk-aduk isi yang ada di dalamnya
setiap beberapa saat. Setelah itu ia susun rapi lagi barang bawaannya itu.
Begitulah yang ia lakukan sepanjang perjalanan.
Menyaksikan hal itu bapak insinyur merasa
heran dengan tingkah bapak petani. Lalu ia memberanikan diri untuk bertanya.
"Bagaimana ceritanya karung ini,
"tanya insinyur.
Petani tua itu menjawab: "Aku
menangkap beberapa ekor tikus untuk aku jual ke pusat penelitian di Cairo, yang
akan digunakan sebagai bahan percobaan ilmiah".
"Terus kenapa bapak membolak balikkan
karung ini dan menggoyang-goyangnya setiap beberapa saat, " tanya insinyur
dengan penuh kepo.
Bapak petani: "Karung ini berisi
tikus-tikus. Bila aku biarkan karung ini tanpa digoyang dan dibolak-balik,
tikus yang ada di dalamnya akan merasa tenang. Dia akan berhenti dari rasa
takut. Bila itu terjadi dalam waktu cukup lama setiap tikus akan berusaha
menggigit dan melubangi karung ini. Karena itu aku selalu menggoyangnya setiap
seperempat jam supaya mereka terganggu dan merasa ketakutan. Mereka akan sibuk
selalu dengan berbenturan sesama mereka dan mereka tidak punya insting untuk
melubangi karung ini sampai aku berhasil membawanya ke pusat penelitian."
Mendengar penjelasan petani tua itu lidah
bapak insinyur menjadi kelu. Dari cara berpikir si bapak petani tanpa sengaja
ia sudah menjelaskan dengan gamblang bagaimana politik dan falsafah Barat dalam
mengaduk-aduk negera Islam.
Setiap kali umat Islam merasakan ketenangan
dibikinkan masalah yang akan menggoncang ketentraman hidup mereka. Disebar
fitnah di sana, ditebar kecemasan di sini, dibikin masalah di berbagai tempat,
supaya mereka bisa meneruskan cengkramannya terhadap umat ini di bawah semboyan
"memerangi teroris demi menciptakan keamanan di kawasan".
Akibatnya, secara alami umat menjadi
berpecah di balik permainan keji terhadap emosional mereka hingga mereka semua
lupa betapa pentingnya "melubangi karung" demi kebebasan mereka dari
cengkraman Barat yang selalu berusaha menghisab kekayaan milik mereka.
Hanya kepada Allah tempat mengadu.... Apa
dayaku yang bukan siapa-siapa.
Kapanlah umat ini bersatu demi merebut
kembali kemuliaan dan kejayaannya?
0 Response to "Karung Tikus"
Posting Komentar